“MIMPI BESAR LASKAR BAGELEN”

Oleh: Nur Kholiq
Media Officer Persekabpur
Akan dimuat di Majalah Kiprah edisi Maret 2012

----------------------------------------------------------------------------------

MAMPUKAH atau mungkinkah Purworejo memiliki klub sepak bola besar? Pertanyaan bernada skeptis itu masih terus mengemuka ke publik, termasuk di kalangan mereka yang mengaku sebagai penggila bola sekalipun. Bahkan mayoritas petinggi kabupaten Berirama ini rasanya juga masih ragu jika daerah yang basis perekonomiannya ditopang sektor pertanian ini akan mampu membangun sebuah klub sepak bola besar, seperti daerah-daerah lain yang berbasis industri.

Sebuah kekeliruan besar jika memastikan Kabupaten Purworejo mustahil memiliki klub sepak bola berprestasi dan melegenda hingga mampu mengangkat citra positif daerah. Mengapa demikian?

Geliat positif terhadap olahraga sepak bola yang muncul mulai dari tingkatan RT, desa/kelurahan, termasuk juga munculnya sejumlah sekolah sepak bola (SSB) adalah fakta yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun harus diakui fenomena itu juga tidak bisa begitu saja dilepaskan dari gejala demam bola yang sempat menyihir negeri ini pada ajang piala Asean Football Federation (AFF) tahun lalu.

Dengan logika sederhana barangkali bisa dianalisa bahwa demam bola yang muncul sebagai implikasi dari hingar bingar piala AFF sebenarnya tidak lebih hanya pemicu dari embrio sepak bola yang telah ada di kalangan masyarakat Purworejo sejak lama. Kenyataanya, pada dekade 1980-an, sepak bola di Purworejo telah melahirkan para pemain yang cukup bisa dibanggakan, setidaknya di tingkat wilayah eks Karesidenan Kedu atau bahkan tingkat regional Jawa Tengah.

Tidak hanya itu saja, lahirnya sejumlah kompetisi di tingkatan lokal, baik itu liga kampung, liga antar desa, tingkat kecamatan, hingga liga lokal PSSI yang terakhir diputar hingga penghujung tahun 2011 kemarin, setidaknya juga menunjukkan bahwa kegemaran masyarakat di wilayah Jawa Tengah bagian selatan ini terhadap olahraga sepak bola sudah tidak bisa terbantahkan lagi.

Lantas apa makna sederetan fakta dan fenomena itu? Ya, fakta-fakta itu menjadi argumentasi yang pasti akan mematahkan anggapan bahwa daerah ini tidak bisa memiliki klub sepak bola besar. Jika semua pihak menyadarinya, fakta-fakta itu justru menjadi modal awal yang sangat berharga untuk membangun sebuah klub sepak bola besar dan berprestasi dan pada gilirannya bisa mengangkat citra positif daerah.

Memang harus diakui membangun klub sepak bola besar tidaklah semudah meramu bawang, lombok, garam,dan terasi menjadi sambal yang lezat dinikmati. Membangun klub sepak bola besar memerlukan perjuangan keras; kesatuan komitmen, orientasi dan tujuan; dukungan masyarakat; dan yang terpenting good will dari Pemkab untuk ikut nyengkuyung usaha itu.

Mengutip logika Ketua Pengcab PSSI Angko Setiyarso Widodo yang disampaikan di beberapa kesempatan,membangun sebuah klub besar memerlukan akar sejarah sepak bola yang kuat sebagai rintisan dan batu pijakannya. Satu contoh yang dapat kita tunjuk dan menjadi pelajaran berharga adalah kesuksesan tetangga dekat Kota Magelang yang berhasil menghantarkan klub tercintanya PPSM ke level divisi utama.

Kota Magelang memerlukan waktu yang tidak sebentar. Akar sejarah sepak bola di kota itu sudah dimulai sejak munculnya klub Tidar Sakti yang sampai saat ini sudah melegenda. Klub itupula yang melahirkan pemain-pemain handal yang menghiasi panggung sepak bola nasional.

Demikian pula perjalanan sepak bola di Kabupaten Bantul yang sudah dirintis sejak lama. Sekarang bisa disaksikan bagaimana kebanggaan masyarakat daerah yang basis perekonomiannya juga ditopang sektor pertanian itu, terhadap klub Persiba. Kita juga bisa belajar bagaimana Kabupaten Jepara merintis sepak bolanya hingga klub Persijap menjadi simbol kebanggaan masyarakat di kota ukir ini.

Kebangkitan
Tahun 2010 menjadi periode yang cukup krusial bagi kebangkitan sepak bola di Kabupaten Purworejo, setelah Pengcab PSSI “nekad” mendaftarkan Ikatan Sepak Bola Purworejo (ISP) pada ajang divisi III liga amatir Indonesia. Dalam ajang itu, ISP secara defakto mulai menggunakan nama Persekabpur yang merupakan singkatan dari Persatuan Sepak Bola Kabupaten Purworejo. Secara dejure, klub Purworejo yang terdaftar sejak tahun 1954 di PSSI masih tetap bernama ISP. (Baca: Ganti Nama)

Lantas mengapa disebut “nekad”? Keikutsertaan dalam liga amatir itu tentu memerlukan pendanaan yang tidak sedikit. Sementara dana yang ada jumlahnya sangat terbatas. Jangankan para pengurus klub mendapat gaji, sekedar untuk operasional kompetisi saja kesulitan. Bahkan para pengurus pernah menggandaikan SK hanya gara-gara kehabisan dana saat kompetisi masih berlangsung (SM, 2/11/2010).

Perjuangan dan pengorbanan itu tidak sia-sia dan mulai membuahkan hasil. Pada musim pertamanya itu, Persekabpur sukses meraih juara 3 divisi III nasional dan berhak promosi ke divisi II untuk tahun 2011/2012. Bersamaan itupula dukungan masyarakat terhadap klub ini mulai meningkat. Mimpi masyarakat Purworejo untuk memiliki klub sepak bola yang besar secara bertahap mulai menunjukkan hasilnya, meski harus diakui perjalanan masihcukup panjang untuk disebut sukses membangun prestasi sepak bolanya.

Sebelum melanjutkan ke kompetisi divisi II nasional, Persekabpur mengawalinya dengan penataan personil, baik di tingkatan manajemen maupun komposisi pemain. Personil manajemen diisi dari beragam profesi yang diharapkan bisa ikut membantu membesarkan klub ini. Ada dari unsur TNI, Polri, politisi, pengusaha, insan pers, dan juga praktisi sepak bola. Demikian pula pemain yang direkrut tentu tetap memberdayakan atlet-atlet lokal yang potensial.

Mimpi Besar
Berbagai usaha itu dilakukan tentu memiliki orientasi dan tujuan. Mengutip sambutan Manajer Umum Persekabpur Letkol Inf Ade Adrian pada pelantikan jajaran manajemen di aula Bank Purworejo beberapa bulan lalu, mimpi besar Laskar Bagelen (sebutan untuk Persekabpur) adalah menjadikan klub ini sebagai simbol kebanggaan serta menjadi entitas perekat persatuan dan kesatuan masyarakat Purworejo. Implementasinya dengan terus memperjuangkan kemenangan dari setiap pertandingan yang dijalani dan secara bertahap bisa naik peringkat.

Mimpi itu secara bertahap mulai menunjukkan hasilnya. Dari sekian banyak pertandingan yang sudah dilakoni, mayoritas Persekabpur berhasil memetik kemenangan. Bersamaan itupula, dukungan masyarakat terus meningkat dan embrio Persekabpur menjadi simbol perekat masyarakat juga mulai menampakkan wujudnya. Lihatlah bagaimana saat klub ini dikirab sebelum menjalani kompetisi Divisi II Nasional beberapa waktu lalu, sambutan masyarakat sangat antusias dan berharap klub yang sekarang diarsiteki Siswanto Kancil ini bisa terus membawa citra yang positif bagi Purworejo.

Kebanggan lain yang sudah dipersembahkan Persekabpur kepada Kabupaten Purworejo adalah diperolehnya penghargaan dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng yang diserahkan di Semarang beberapa waktu lalu.

Ibarat anak panah yang sudah dilepaskan dari busurnya, kini Persekabpur terus melesat menuju sasaran bidiknya. Yakni prestasi sepak bola agar masyarakat Kabupaten Purworejo bisa berbangga di mata daerah lain.

Sekali lagi, tentu bukan pekerjaan yang mudah untuk mewujudkannya. Lagi-lagi belajar pada kesuksesan daerah lain membangun prestasi sepak bolanya yang selalu menunjukkan adanya kesatuan tekad antara masyarakat, pengurus klub, pemain, serta pemerintah daerahnya.

Seperti itupula kebersamaan; kesatuan orientasi, motivasi, dan tujuan; serta komitmen dari seluruh stakeholders merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar. Keluarga besar Persekabpur, masyarakat, supporter, dan terutama pemerintah Kabupaten Purworejo harus satu tekad dan satu tujuan bersama-sama mendorong agar mimpi-mimpi besar Laskar Bagelen bisa menjadi kenyataan. Amin

0 comments:

Post a Comment

 
Top